Makna Toleransi dalam Setitik Pandangan Islam
Rasulullah Saw, yang memiliki nama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, lahir di Mekah pada tahun 571 M adalah panutan umat manusia -human being- dalam berbagai aspek kehidupan. Perspektif vertikal dalam kontek peribadatan kepada Tuhan semesta alam, perspektif horisontal dalam kontek kehidupan di dunia ini. Beliau diutus oleh Allah 'azza wajalla memang menjadi 'Rahmatan lil 'alamin', menjadi rahmat dan bukti kasih sayang Allah Rabbul'alamin bagi alam semesta ini.
Dua kata dalam bentuk kaligrafi karya sahabat ini tidak hanya menjadi karya seni tanpa nilai. Jika dibuka literatur-literatur Islam, betapa kita akan menemukan keajaiban hasil Maha Karya, Tuhan Alam semesta, Allahu Akbar!
Galaksi Bimasakti yang menurut ahli ruang angkasa menjadi tempat tinggal Tata Surya kita, nun jauh tanpa batas menurut daya jangkau kita, ternyata hanya satu dari sejumlah galaksi-galaksi yang bisa diamati dengan alat-alat tercanggih masa kini.
Itu sekelumit dari prolog postingan saya kali ini, agar kita sadar bahwa kita lebih kecil dari sebutir debu -dzarrah- dibandingkan dengan jagat raya semesta ini. Bagaimana dengan Sang Maha Penciptanya? ALLAHU AKBAR !
الله أكبر
Kembali menuju kata 'toleransi' yang saya jadikan judul postingan di blog sederhana ini.
Kata 'toleransi' diambil dari kata 'tolerate' -Bahasa Inggris- yang artinya menurut Google Translator adalah ' allow the existence, occurrence, or practice of (something that one does
not necessarily like or agree with) without interference' (mengijinkan keberadaan, kejadian atau praktek -sesuatu yang seseorang tidak seperlunya sukai atau setujui- tanpa mencampuri)
Postingan ini dimaksudkan untuk sedikit memberikan 'makna dan rasa' toleransi, satu kata yang sudah lama sekali lahir di negeri kita, tapi semakin hari semakin bias prakteknya di lingkungan kita. Pemaksaan kehendak mestinya harus ditinjau ulang, ya browww. Eh, jangan salah, saya bukan penganut 'serba boleh' lohh. Tapi bukan pula pengikut 'radikal'. Tasamuh -bahasa Arab- juga artinya sama dengan toleransi. Satu point ini bahkan menjadi salah satu 'qanun asasiy' -dasar-dasar- kebijakan perjuangan Nahdlatul Ulama, organisasi muslim terbesar di Indonesia -katanya di dunia juga-.
Dalam Al-Qur'an, Allah Swt berfirman ;
... لاَ أِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ ، قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ...
"Tidak ada paksaan dalam dalam ber-agama, telah terang benderang -antara- jalan yang lurus -kebenaran- dengan jalan yang sesat -dosa-" (Al-Ayat)
Ayat ini mestinya juga tidak disalah-artikan untuk 'membiarkan' -jor klowor, B.Jawa- orang-orang yang ngakunya muslim tapi tidak sholat, misalnya. Bukan begini makna dan rasa 'toleransi'.
Tidak kalah pentingnya dalam memaknai 'toleransi' untuk senantiasa 'tabah menghadapi' sesuatu yang 'kurang sreg dengan keinginan kita'. Mengapa begitu? Karena untuk menyelaraskan sesuatu yang kurang pas dengan keinginan kita perlu cara, metoda dan media yang bisa diterima kedua belah pihak agar terjalin komunikasi aktif dan positif sehingga tidak melahirkan fitnah.
Dakwah tetaplah berdakwah, tapi toleransi tetap dipegang. Islam itu Rahmat BUKAN laknat apalagi terorist.
Bagi yang kurang puas dengan paparan ini, silakan datang di situs-situs yang berhaluan '
Ahlussunnah wal Jama'ah'. Karena golongan inilah yang masih memegang 'toleransi'.
سبحانك اللّهمّ وبحمدك لا إلٰه إلّا أنت ، أستغفرك وأتوب إليك