Ustadz fenomenal yang bercermin pada dakwah Wali Sanga
Saat artikel ini ditulis,
TRANS7 sedang menayangkan acara
HITAM PUTIH yang dipresentasikan oleh Dedy Corbuizer -maaf jika ada salah tulis nama-. Tema penayangannya tentang 'sosok Ustadz Jefry Buchory' atau Ustadz Uje yang meninggal beberapa hari yang lalu. Baca beritanya
DI SINI
Di tayangan itu dihadirkan Ibu, anak-anak dan saudara-saudaranya. Bahkan 'guru spiritualnya' yang berpakaian sederhana, berkaos putih dan bersarung putih.
Yang pengin saya sampaikan di sini adalah menurut apa yang saya nilai dari 'dakwah'nya. Almarhum terkenal dengan sebutan 'Ustadz Gaul' yang bisa diterima semua kalangan, bahkan lintas Agama. Seperti yang disampaikan oleh Host Hitam Putih.
Saya ingat dengan satu sabda
Rasulullah Saw, beliau mengatakan ;
الدّين نصيحة،قيل؛لمن يارسول الله؟ قال؛ لله وملائكته،وكتبه،ورسله،ولأئمة المسلمين و عامتهم"
Artinya -wallahu a'lam-;"Agama itu nasihat. Ditanyakan ; untuk siapa ya Rasulullah? Beliau menjawab ; "Untuk Allah Swt, Para MalaikatNya, Kitab-kitabNya, Para RasulNya, Para Pemimpin umat Muslim dan Masyarakat Muslim pada umumnya"
Jika mempelajari Al-Hadits di atas -maaf jika ada salah tulis Al-Hadits tersebut- ada beberapa hal yang bisa kita catat dengan menjadikan 3 sumber sebagai tolok catatannya. Ketiga hal itu adalah ; Al-Hadits, Sosok Ustadz Uje dan Tayangan Hitam Putih di TRANS7. Dan tentunya stasium televisi nasional lainnya pun bisa jadi referensi bagi catatan saya ini, namun saya hanya mengambil dari TRANS7 saja.
Catatan dan penilaian saya tentang Ustadz kondang dan gaul itu adalah;
1. Beliau bisa meramu metodik dakwah klasik dengan metodik dakwah modern.
Klasik, dengan tidak meninggalkan tata etika dan estetika penyampaian sebagaimana yang dilakukan oleh para pendahulunya terutama Metodik Dakwah Walisongo. Bercampur dan bergaul dengan masyarakat umum dijadikan media dakwah yang efektif. Bahkan dengan segala lapisan pemeluk agama, sehingga pada tayangan Hitam Putih pun sempat ada 'tweet' yang dari 'pemeluk agama Kristiani' yang menyatakan ikut berbela sungkawa dan 'menyatakan kehilangan'.
Modern, karena Ustadz Uje 'senang' bergaul dengan semua komunitas anak-anak muda terutama melalui komunitas 'pengendara Moge alias motor gede'. Selain itu, yang terpenting adalah media dakwah lewat Televisi inilah yang dirasa 'modern' nya begitu kentara.
2. Menggunakan metodik multidimensi dan multimedia dakwah.
Dua faktor ini menjadi penting ketika ternyata para pendakwah 'kurang mengenai sasaran' dengan dakwahnya dikarenakan ketidak-adaan dua metodik media ini. Multidimensi sosial dan kultur adalah satu bagian primer target dakwah. Ketika Ustadz Uje menembus media ini -multidimensi sosial- maka 'dakwahnya dengan mudah dipelajari bahkan diterima oleh khalayak ramai. Tidak hanya kalangan 'santri' melainkan juga kalangan 'non santri' lainya.
Multimedia adalah sarana yang juga memberikan kontribusi langsung dari setiap dakwah yang disampaikan oleh siapa pun. Dulu ketika dunia multimedia belum maju seperti saat ini, paling hanya sebatas sound system yang disediakan untuk alat dan perangkat tambahan. Sekarang, tidak hanya perangkat audio yang digunakan, bahkan hingga prangkat audio visual.
3. Sederhana dalam kostum dan bahasa.
Pakaian atau kostum yang Ustadz Uje kenakan menjadi ikon tersendiri di dunia fashion. Meskipun sederhana, tetapi telah mampu menyedot perhatian masyarakat umum. Sederhana tapi tidak meninggalkan eleganitas dan kualitas penampilan.
Bahasa penyampaian juga sederhana. Jika diikuti taktik bahasa yang digunakan saat menyampaikan dakwah, Ustadz Uje tidak banyak menggunakan kata-kata 'njlimet' -sulit.Jawa-. Bahasa seperti inilah yang disebut dengan 'bahasa komunikatif' yang bisa dipahami oleh kalangan masyarakat umum. Tidak mengumbar kata-kata 'modern dan luar negeri'an, apalagi 'sok ilmiah'an. Kondisi terakhir dari apa yang saya sebutkan banyak digandrungi oleh sebagian pendakwah karena mereka 'jaim' jika dikatakan 'kolot dan ketinggalan jaman'.
4. Menjaga batas-batas pergaulan.
Saya menilai ini dari apa yang pernah saya baca dan dengar baik dari catatan-catatan media massa maupun tayangan-tayangan Televisi. Meskipun beliau dikenal dengan gelar 'Ustadz Gaul', tetapi pergaulan beliau 'tidak lepas dari norma dan kaidah Islam' sehinga beliau bisa menempatkan diri dan sikap. Kapan harus keras dan tegas, atau kapan harus lemah lembut dan toleran.
Masyarakat modern jaman sekarang 'sudah sedikit tidak peduli dengan dari mana seseorang datang' selama ia bisa berbaur dan 'pyur' dengan masyarakat sekitarnya. Seperti kita tahu dari media-media bahwa
Ustadz Jefry Al-Buchory ini 'sempat mampir di dunia kelam'. Tetapi perubahan 'total' yang Ustadz tunjukan baik pada keluarganya maupun khalayak umum, telah menarik jutaan perhatian dan kekaguman dari para jama'ah dan pengikutnya.
Praktek dan gaya dakwah yang berbaur dengan segenap lapisan masyarakat dan 'tidak nakut-nakuti' adalah ciri dari dakwah yang pernah dilakukanoleh para Walisongo pada jaman dulu di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Asimilasi dan akulturasi menjadi 'madu penawar' dari keterbelakangan dan ketidak-tahuan masyarakat kala itu tentang
Aqidah Islam.
Inilah catatan kecil dan singkat saya tentang sosok Ustadz Jefry Al-Buchory. Semua yang saya tuangkan di sini murni pendapat saya. Jadi jika ada sisi-sisi kekurangan apalagi kesalahan, kepada para pembaca saya mohon maaf dan koreksinya untuk perbaikan dan kebaikan.
Semoga terlahir kembali 'Uje' 'Uje' lainnya yang bisa diterima oleh semua kalangan. Baik kalangan pejabat maupun rakyat. Dan semoga ini menjadi 'catatan keridhaan Allah Swt' sehingga bisa dijadikan tauladan oleh para pendakwah-pendakwah lainnya.
Selamat Jalan Ustadz, do'a kami mengiringimu.